Mengejar Mimpi Hingga Ke Perguruan Tinggi Negeri

Perjuangan masuk ke sekolah SMA penuh dengan lika-liku. Sejak di bangku SMP saya sudah memiliki rencana ingin melanjutkan sekolah negeri di Surabaya. Saya mulai menyusun target untuk bisa masuk ke SMA Negeri. Banyak alasan yang membuat saya ingin masuk sekolah negeri kala itu. Selain biayanya lebih murah, fasilitas belajarnya memadai, terkenal dengan siswanya yang pandai dan pastinya sangat mendukung untuk bisa lanjut ke Perguruan Tinggi Negeri, apalagi dari sekolah kompleks. Namun, mengejar mimpi benar-benar tidak semanis membayangkannya.

Pada tahun saya lulus SMP muncul peraturan baru pertama kali di kota Surabaya tentang kuota masuk dari siswa luar kota yang mendaftar di sekolah negeri di Surabaya. Hal ini sungguh mengejutkan bagi saya yang merupakan warga Gresik dan ingin melanjutkan sekolah di Surabaya. Tempat tinggal saya termasuk wilayah Gresik, tetapi berada di perbatasan dengan Surabaya atau bisa disebut dengan wilayah pinggiran. Saya tinggal di Gresik, namun tempat lahir dan SMP saya di Surabaya. Saya lebih sering mengunjungi Surabaya yang memang lebih dekat dibandingkan ke kota Gresik. Peraturan kuota 1% untuk siswa luar kota sungguh memaksaku bekerja lebih keras untuk masuk ke Sekolah Surabaya.

 

Tak dapat dipungkiri, persaingan yang cukup ketat dengan peluang berhasil sangat kecil. Bayangkan saja, jika ada 100 orang siswa dari luar kota yang mendaftar maka hanya 1 orang saja yang diterima di satu sekolah. Walaupun sungguh menjengkelkan dengan peraturan tersebut, saya tidak langsung menyerah begitu saja. Saya tetap mencoba mendaftar dan mengikuti tes untuk SMAN RSBI, alhasil saya bukan termasuk dalam 1% tersebut. Jika saja kuota masuk bukan 1% tapi 5% mungkin saja saya bisa masuk, bahkan jika tidak ada peraturan baru ini saya tidak akan sekolah di swasta. Bukan hanya gagal masuk ke SMAN RSBI, saya juga gagal masuk ke SMA Negeri dengan selisih yang sedikit sekali untuk bisa lolos. Sungguh menyesakkan hati. Orang tuaku pun mulai cemas karena aku tidak lolos, bagaimanapun juga mereka menginginkanku sekolah di tempat yang baik. Dengan merogoh biaya yang tidak sedikit, mereka memasukkanku di sekolah swasta yang berbasis agama.

 

Tahun ajaran baru menjelang, saya merasa iri dengan teman-teman yang nilainya tidak terlalu bagus bisa masuk ke SMA Negeri sedangkan saya yang bersikeras ingin masuk ke SMA Negeri tidak berhasil. Impian pertama setelah saya menjadi siswa SMA di sekolah swasta yaitu saya harus bisa kuliah di negeri. Target untuk masuk SMA Negeri gagal, namun kali ini mimpi saya tidak boleh gagal. Beberapa bulan berlanjut, muncul suatu keinginan atau target yang harus aku capai di masa SMA. Keinginan itu tanpa sengaja muncul saat aku mengikuti acara wisuda kakak kelas sebagai tim paduan suara. Dalam acara wisuda tersebut, diumumkan satu siswa berprestasi dari kelas IPA dan satu siswa berprestasi dari kelas IPS. Saat itu juga, aku membayangkan diriku yang berdiri di panggung tersebut.

“Apa bisa dua tahun lagi aku berdiri disana mendapat predikat siswa berprestasi?” tanyaku dalam hati.
Aku terus memikirkannya dan saat itulah aku mempunyai motivasi dan semangat untuk belajar di sekolahku ini. Aku berpikir jika aku tidak bisa masuk ke sekolah negeri maka aku harus berprestasi di sekolahku ini.

 

Dua tahun berlalu, di hari wisuda saya dinyatakan sebagai siswa berprestasi dari jurusan IPA. Impianku yang awalnya hanya sebatas keinginan akhirnya bisa terwujud. Di depan semua orang aku bisa membuktikan kekuatan dari mimpi, menyampaikan indahnya memiliki harapan dan tujuan. Semua orang boleh saja gagal, tapi jangan sampai berhenti mencoba. Setelah lulus SMA, saya sudah menargetkan untuk masuk ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Rasanya seperti balas dendam atas kegagalan masuk SMA Negeri. Saya paham betul tidak mudah masuk di salah satu PTN terkenal di Jawa Timur, terutama jika lingkungan belajar di SMA saya tidak begitu mendukung. Saya gagal masuk di jalur undangan, tapi masih ada jalur tes untuk bisa masuk PTN. Saya masih ingat bagaimana saya selalu sibuk mengerjakan kumpulan soal tes tahun lalu disaat teman-teman saya bercanda dan bolos kelas.

Saya masih ingat disaat teman-teman lain mengambil bimbingan belajar khusus SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), sedangkan saya hanya bisa belajar otodidak karena terbatasnya biaya. Saya masih ingat ketika teman-teman membeli banyak buku latihan soal yang harganya lebih mahal sedangkan saya hanya bisa membeli satu buku latihan soal. Dan saya masih ingat bagaimana saya mengurangi waktu main dengan teman dan sibuk mencari taktik belajar sendiri. Saya juga berusaha mengumpulkan soal-soal dari berbagai sumber kemudian saya tuliskan sendiri sehingga menghabiskan sebanyak dua buku. Rasanya seperti membuat buku kumpulan latihan soal dan pembahasannya sendiri tanpa harus membeli buku yang lain.

Usaha yang benar-benar mengandalkan kerja keras, ketekunan, fokus, dan semangat yang tiada henti. Dalam waktu hanya satu bulan saya mengerahkan segala kemampuan untuk belajar dan menyelesaikan latihan soal sendiri. Jika teman-teman yang lain menghabiskan waktu 4 jam untuk bimbingan belajar maka aku menghabiskan waktu 8 jam untuk belajar sendiri. Saya masih ingat ketika saya dituntut setiap harinya untuk menyelesaikan target belajar yang sudah saya jadwalkan. Di dinding kamar terpampang tumpukkan kertas yang bertuliskan angka yang bisa dibalik untuk menunjukkan tinggal berapa hari lagi menuju hari tes. Setiap paginya, saya mengganti angka tersebut untuk mengingatkan bahwa hari menuju tes sudah semakin dekat. Setiap harinya pula, saya dibuat sadar dan menanyakan sampai dimana target belajar hari ini. Dalam waktu satu bulan tersebut, saya sungguh merasakan dorongan motivasi yang luar biasa dan kerja keras tanpa mempedulikan keterbatasan. Saya menikmati cara belajar saya sendiri, saya bisa belajar bagaimana mengendalikan rasa lelah dan malas yang tiap kali datang. Dengan melihat teman lain yang juga berusaha, persaingan yang ketat, dan kebahagiaan orang tua jika bisa lolos, hal itu yang membuatku terus bersemangat.

 

Di malam hari sebelum esoknya tes saya ingat betul bagaimana saya meminta Tuhan untuk mengubah nasib saya karena sudah belajar cukup keras. Dan benar saja, Tuhan Maha Melihat dan Mendengar usaha hamba-Nya, saya diterima di salah satu PTN terkenal di Jawa Timur. Sungguh hal yang luar biasa mengingat betapa dulu saya berkeinginan masuk sekolah negeri, namun gagal dan target awal saya di SMA adalah masuk PTN. Saya sangat bersyukur bisa belajar disini, lingkungan belajar yang mendukung dan bisa belajar dari banyak orang-orang pintar. Sejak berjuang untuk masuk ke PTN saya hanya mengandalkan kerja keras karena saya memahami kemampuan diri saya masih kalah jauh dibanding dengan banyak orang. Dan tiap kali malas ketika kuliah, saya akan mengingat kalimat ini, “Masih ingatkan perjuanganmu dulu memperebutkan satu kursi disini?”.

Artikel berjudul “Mengejar Mimpi Hingga Ke PTN” ini adalah artikel lomba yang di adakan oleh Redaksi Seputar Kuliah

Ditulis oleh: Nurvita Ruwandasari.
(Bisa disapa lewat Facebook : Nurvita Ruwanda)

#Seputarkuliah #SeputarkuliahCom

2 Comments
  1. […] Baca juga: Mengejar Mimpi Hingga Ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) […]

  2. […] Baca Juga : Mengejar Mimpi Hingga Ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.

x