Pendidikan Intelektual atau Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan dengan kata dasar didik menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) /pen•di•dik•an/ merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Berbicara mengenai pendidikan, kita coba lihat dari dua sisi kacamata pendidikan yakni pendidikan intelektual dan pendidikan karakter. Keduanya merupakan hal yang sangat penting bagi moral bangsa. Lalu, apa perbedaan antara pendidikan intelektual dengan pendidikan karakter? Mari kita pahami arti kata dasar dari keduanya. Intelektual dengan kata dasar intelek dalam KBBI /in•te•lek/ /intelék/ merupakan daya atau proses pemikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berpikir. Sedangkan, karakter dalam KBBI merupakan tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; berwatak.

Dapat diartikan dari kedua pengertian di atas bahwa pendidikan intelektual mengacu pada kemampuan seseorang untuk melakukan abstraksi serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi, atau kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif termasuk kemampuan mental yang kompleks dalam mempertimbangkan atau menyelesaikan persoalan. Sedangkan, pendidikan karakter menitikberatkan pada seseorang dalam membentuk penyempurnaan diri secara berkelanjutan dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah hidup yang lebih baik.

 

Lalu, timbul suatu pertanyaan. “Manakah yang lebih penting antara keduanya?”. Mari kita lihat realita pendidikan di Indonesia. Pada bulan Maret, 2017 Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melakukan penelitian Right to Education Index (RTEI) guna mengukur pemenuhan hak atas pendidikan di berbagai negara. Hasil penelitian menyatakan kualitas pendidikan di Indonesia masih di bawah Ehtiopia dan Filipina. Dalam penelitian ini ada 5 indikator yang diukur oleh JPPI, diantaranya governance, availability, accessibility, acceptability, dan adaptability. Dari kelima indikator tersebut Indonesia menempati urutan ke-7 dengan nilai skor sebanyak 77%.

Hasil penelitian tersebut sudah jelas memberikan kabar mencengangkan bagi dunia pendidikan di Indonesia, sehingga wajar saja jika muncul pertanyaan “Apakah Indonesia belum mampu memberikan hak pendidikan bagi rakyatnya?”. Sangat miris memang, namun begitulah realita yang berkata sebenarnya. Jika ditinjau dari segi pendidikan intelektual, Indonesia telah memiliki banyak fasilitas baik negeri maupun swasta dalam akses dunia pendidikan dimulai dari tingkat dasar sampai sistem perkuliahan yang selalu berkembang di setiap saatnya. Namun, bagaimana dengan pendidikan karakter di Indonesia? Apakah telah relevan dengan pendidikan intelektual? Disinilah titik tombak bahwa pendidikan intelektual perlu diimbangi oleh pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukan hal yang baru bahkan sudah tidak asing dalam tradisi pendidikan di Indonesia. Beberapa pendidik Indonesia modern yang kita kenal seperti Soekarno pun telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa yang bertujuan menjadikan bangsa Indonesia khususnya menjadi bangsa yang berkarakter.

 

Mengapa Indonesia perlu mengembangkan pendidikan karakter? Jawabannya yaitu bukan hanya Indonesia yang perlu mengembangkan pendidikan karakter di samping pendidikan intelektual, melainkan seluruh dunia membutuhkannya jika memang memiliki harapan akan bangsa yang berkarakter. Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter seseorang, tergantung kepada aspek penekanannya. Sepanjang sejarah, pendidikan pada hakekatnya hanya memiliki dua tujuan khusus, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar, serta membantu mereka menjadi manusia yang baik. Faktanya, mengarahkan seseorang untuk menjadi pribadi yang pintar mungkin merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan secara berkelanjutan agar cakap dalam pendidikan. Namun, mengarahkan seseorang untuk menjadi pribadi yang baik dan bijak dalam suatu kehidupan merupakan hal yang tidak mudah bahkan sangat sulit untuk dilakukan.

Begitulah nyatanya bahwa memang pendidikan karakter merupakan penyakit kronis yang krusial di Indonesia khususnya. Tidak mudah untuk mengembangkan serta menyeimbangkan pendidikan karakter dalam pendidikan intelektual. Minimnya pendidikan karakter yang tidak dapat mengimbangi pendidikan intelektual membuat kalkulasi segi pendidikan masih ternilai jauh di bawah kata layak. Sebagai landasan akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan, dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan karakter juga dapat berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner psikologi, filsafat moral/etika, hukum, dan sastra/humaniora.

Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan pendidikan Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut diselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil, serta membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.

 

Pendidikan karakter selayaknya ditanamkan saat seseorang berumur 4 sampai 5 tahun karena pada rentang umur tersebut merupakan masa dimana seseorang menelaah dirinya dalam dunia psikologis. Lalu, kembali muncul sebuah pertanyaan “Jika begitu, Bagaimana dengan pendidikan yang sudah terjadi melewati fase yang seharusnya?”. Tidak ada suatu hal yang salah jika kita masih peduli untuk menjadikannya benar. Begitupula dengan pendidikan di Indonesia khususnya. Tidak ada kata terlambat untuk suatu perubahan, meskipun perubahan itu sulit, namun masih bisa diupayakan. Fenomena pendidikan dapat berkembang menjadi lebih baik jika kedua hal baik pendidikan intelektual maupun pendidikan karakter dapat berjalan secara seimbang. Bahkan bukan hanya Indonesia, kacamata pendidikan dunia sejatinya akan menjadi jendela dunia dengan suatu niat dan tekad dalam konsistensi perubahan.

Artikel berjudul “Pendidikan Intelektual atau Pendidikan Karakter” ini adalah artikel lomba yang di adakan oleh Redaksi Seputar Kuliah (seputarkuliah.com).

Ditulis oleh: Rin Rin Risnawati

(Bisa disapa lewat kontak Line/Instagram : Rinrinrisnaw)

Leave A Reply

Your email address will not be published.

x